Rabu, Juni 4, 2025
spot_img

DIKSI UPDATE

ICMI, Abu Tholib di Padang Transisi

Oleh: Dr. Aries Harianto, S.H.,M.H.,M.H.,C.Med *)

Sabtu, 13 Januari 2024 bendera Ikatan Cendekiawan Muslim seluruh Indonesia (ICMI) Jember kembali berkibar. Di Masjid Al-Hikmah Universitas Jember, dilantik Pengurus ICMI Orda Jember Periode 2023 – 2026. Sengaja, masjid menjadi pilihan karena keberadaannya merupakan sentra budaya. Jantung peradaban islami. Konsisten melantunkan adzan mengingatkan peradaban dengan amar ma’ruf nahyi munkar. Masjid adalah wahana rahmatal lillaalamin yang tak lekang digerus perubahan jaman. Menyejukkan panas hati yang kini serba sensi atas nama demokrasi. Apalagi Al-Hikmah berada di lingkungan kampus sebagai persemaian nilai-nilai. Sungguh merupakan pilihan tepat di tengah dinamika kebangsaan yang tengah berproses mencari keteduhan. Di rongga dada Masjid Al-Hikmah, ICMI Orda Jember bersujud. Mengakumulasi energi. Kembali ke titik nol guna mewujudkan dirinya menjadi seorang Abu Tholib di padang transisi.

Siapa tak kenal Abu Tholib. Seorang paman sekaligus simbol protektif Muhammad. Tak pernah berikrar syahadat hingga akhir hayat. Tidak saja melindungi tetapi juga ikhlas mewakafkan darahnya untuk kepentingan syi’ar Muhammad. Siap mati kendatipun dalam posisi di ujung pedang terhunus komunitas Qurays. Di tengah realitas sosial kini dan mendatang, ICMI dituntut peran konkritnya. Tidak berlebihan jika ICMI adalah metafor figur Abu Tholib yang secara moral dan fungsional mengawal serta menumbuhkembangkan ajaran Muhammad untuk menjawab beragam persoalan sekarang dan mendatang.

Indonesia kini tengah dalam masa transisi. Transisi dalam konteks nasional adalah fase pergantian kepemimpinan. Sebuah proses re-strukturisasi elit. Potensial melahirkan distabilitas sebagai upaya adaptasi. Dalam arti, belum paripurna meninggalkan yang lama, pun juga belum sepenuhnya menyesuaikan dengan fenomena aktual. Fluktuatif dan unpredictable. Transisi adalah momentum. Sebuah proses integratif dan sistemik menuju harapan dan realitas faktual yang tak bisa dielakkan. Acapkali linier dengan tujuan. Kadang juga berseberangan terhadap blue print yang telah disiapkan.

Hentikan menepuk dada karena negeri ini sarat masalah. Korupsi masih seksi menjadi problema berbangsa. Oknum penegak hukum memainkan aturan menggali chuan. Etika demokrasi dipinggirkan. Kerukunan antar umat beragama tak kunjung tiba. Kemiskinan dan kesenjangan sosial tak henti menjadi headline media. Pengangguran merajalela. Kriminalitas mendominasi daya tampung lapas. Pancasila seolah sebatas simbol verbalitas. Lunturnya rasa malu. Terkikisnya rasa bersalah. Nepotisme merambah dalam berbagai ranah. Kolusi tak gampang diantisipasi. Gagap penguasaan Iptek. Gagal kendali menghadapi dampak gadget. Disorientasi Generasi Z  hingga lembaga pendidikan lupa diri mereposisi budi pekerti. Pendek kata masa transisi diwarnai multi krisis dan perubahan paradigma yang menuntut PR bersama. Lantas bagaimana ICMI menjalankan tantangan keaktoran guna mewujudkan perannya sebagai kontributor menuntaskan persoalan ?

ICMI identik dengan SDM profesional. Mulai dari akademisi, agamawan, seniman, budayawan, pengusaha, wirausahawan, birokrat, teknokrat, anggota dewan, tokoh masyarakat, politisi, dan beragam praktisi. Dalam spektrum keberagaman sumberdaya, ICMI adalah Abu Tholib yang dituntut peran jihadnya. Tanpa pedang tajam tentu saja, tapi setangkai mawar dengan beragam warna. Tak perlu darah bercucuran, karena ICMI menanamkan nilai sebagai kompas peradaban. Tiada heroik takbir, namun dengan bahasa hati yang menjunjung suara nur ilahi tanpa akhir.

ICMI adalah visualisasi Abu Tholib. Melalui lorong waktu, keliling di negeri yang populis disebut NKRI guna menjalankan aksi maslahat untuk Indonesia bermartabat. Tidak dengan karakter perang tetapi cenderung mengumandangkan arti penting profesional sebagai teladan. Karakter profesional Abu Tholib merupakan representasi ICMI yang menjunjung profesionalisme sebagai nilai. Profesional selalu mengacu pada bidang pekerjaan atau tugas. Menuntut konsistensi. Dijalankan tidak sebatas komptensi skill atau hobi. Lebih dari ahli dan panggilan hati. Profesional itu berbau sukses. Efisien. Tidak saja mencerminkan kerja keras tetapi juga kerja cerdas dan menikmatinya. Profesional selalu sibuk, namun tenang dan mantap. Menguasai situasi dengan kepala dingin. Percaya diri dengan keyakinan penuh, tak ada persoalan yang tak bisa diselesaikan. Jujur, mengedepankan standart dan objektifitas. Tidak terganggu dengan ekstra persoalan yang tidak bertaut dengan kebutuhan peran. Memiliki integritas moral, berorientasi pada kebenaran. Kritis, terbuka pada kritik dan senang berdiskusi. Bergerak atas dasar fakta, bukan cerita atau katanya.

Profesional selalu curiga jika dalam sejawat keilmuan mengganti kata debat dengan istilah dialog. Dialektika dihapus atas nama kerukunan. Kerukunan dalam rangka kebenaran tentu tidak pada tempatnya. Bahkan ekstrim hal itu merupakan korupsi mental. Profesional mengutamakan mutu. Tidak main kotor, apalagi khianat terhadap teman. Sadar akan kewajiban meskipun tidak dikontrol. Abu Tholib sebagai refleksi ICMI tidak mementingkan selfi, tetapi produktifitas konkrit yang bisa dinikmati.

ICMI berakar pada ajaran dan spirit islami. Islam adalah agama yang mengajarkan pentingnya revolusi konseptual sebelum revolusi fisik. Di sinilah urgensi tafakur. Tindakan yang tidak didahului tafakur, sama jeleknya dengan tafakur yang tidak ditindaklanjuti tindakan. ICMI dituntut menjadi subjek sebagai independen variabel. Penyebab perubahan. Bukan alat yang dapat dipinjam untuk melegitimasi keadaan. Ada dua kategori metodis tentang Islam, yakni Konseptual dan Aktual. Islam konseptual ada dalam Al-Qur’an, Al-Sunnah, buku-buku dan berbagai ceramah tentang Islam. Sementara Islam Aktual bertumpu pada perilaku pemeluknya. Islam Konseptual boleh menunjukkan kebencian Islam pada kezaliman. Halal memberikan dukungan pada pihak yang dizalimi. Namun jangan lupa, Islam Konseptual tidak akan dapat menghilangkan sistem yang zalim. Hanya Islam Aktual yang dapat merubah sejarah. Al-Qur’an dan Al-Sunnah menunjukkan pentingnya keluarga sakinah. Kongres ICMI bisa saja membicarakan hakikat keluarga sejahtera dan akselerasi penguasaan Iptek. Tetapi hanya perilaku umat Islam yang dapat mewujudkannya. Al-Qur’an boleh jadi sudah menetapkan hukuman mati bagi penghina Islam dan konsep harmoni dalam keragaman, tetapi hal itu tak akan pernah terwujud tanpa aksi politik orang Islam.

Abu Tholib bukanlah imaginasi, namun nilai-nilai yang menemukan arti. Abu Tholib adalah narasi sebagai bentuk penegasan ajaran yang harus diinternalisasi ICMI di seantero negeri. ICMI dituntut tidak sebatas corong konseptual ajaran Islam, lebih dari itu komitmen aktual jauh lebih penting dan menentukan. Kekuatan Islam dalam wadah ICMI  terletak pada kontribusinya melalui tindakan, bukan semata-mata pada teks-teks suci yang seringkali dibaca dan diperdengarkan. Abu Tholib reborn. Namun hakikat jihad tetap dalam template Islam Aktual. Membumikan ICMI adalah konsistensi yang diajarkan Abu Tholib. Tidak sebatas deklarasi, setelah itu mati. Allahu Akbar. Selamat ICMI Jember 2023-2026.

*) Kolumnis, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember, Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) Jember – Dewan Pakar Majelis Daerah – Keluarga Alumni HMI (KAHMI) Jember.

Latest Posts

spot_img
spot_img

DIKSI POPULER

spot_img
spot_img

LANGGANAN DIKSI

Menyajikan informasi terkini dan Up to Date silakanan langganan berita kami Gratis.