Jumat, Juni 6, 2025
spot_img

DIKSI UPDATE

Kritik di Republik Gagal Paham

Oleh: Dr. Aries Harianto, S.H.,M.H.,C.Med*)

Oang lupa ketika kritik merupakan wujud rasa cinta. Tidak menyadari bahwa kritik adalah refleksi rasa memiliki. Kritik pada dasarnya adalah proteksi agar otoritas berjalan dalam garis konsistensi. On the track kata orang. Kritik secara fungsional dapat dimaknai sebagai aksi melindungi. Dengan harapan agar haluan tetap menjadi pedoman atas kewenangan. Kritik tidak hanya ditujukan kepada penguasa dalam beragam skala. Simpul pengambilan keputusan termasuk para pihak dengan kapasitasnya sebagai subjek pelayanan publik adalah sasaran penerima kritik.

Kritik dalam KBBI adalah kecaman, tanggapan, atau kupasan yang terkadang disertai dengan uraian serta pertimbangan  baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan lain sebagainya. Lebih bijak Henry Campbell Black melansir pengertian kritik sebagai berikut :  Permitted “criticism” as distinguished from “defamation” deals only with such things as invite public comment, and does not follow a public man into his private life, and pry into his domestic concerns. Devany v. Shulman, 184 Misc. 613, 53 N.Y.S.2d 401, 403. (“Kritik” yang diizinkan, berbeda dari “fitnah / pencemaran nama baik”, hanya berhubungan dengan hal-hal yang mengundang komentar publik, dan tidak menyangkut tentang  masalah pribadi dan mengorek urusan rumah tangganya).

Selama ini orang memandang kritik sebagai bentuk kontra kebijakan. Ungkapan rasa tidak senang. Cermin bermusuhan. Menghalangi program. Karenanya patut dienyahkan, setelahnya menutup pintu agar kritik tidak mudah mencuri pandang dan menelisik tatanan. Stop. Jangan sampai kritik masuk ke dapur dan menembus ruang-ruang yang disembunyikan.  Kritik tak lagi dinilai sebagai indikasi loyalitas. Padahal, hakikat kritik sebenarnya ungkapan cinta yang disampaikan tanpa bunga.

Kritik adalah kesetiaan yang diejawantahkan dengan cermin agar penerima kritik setiap saat bisa mengevaluasi diri, tidak lupa sejarah, deklarasi atas janji, keharusan moral, kewajiban melaksanakan hukum, prioritas implementasi, pelayanan hak,  sekaligus menyelamatkan kepercayaan. Bahkan kritik acapkali menjadi pengingat agar orang tetap mikir akhirat.  Tidak jadi maling yang bisa menghuni penjara Sukamiskin.

Kritik  itu lahir dari keshahihan logika. Disampaikan apa adanya atas dasar evaluasi dan analisis tanpa meninggalkan dasar ilmu dan kejernihan sudut pandang. Kritik itu berakar dari nilai dasar Pancasila. Tertuang dalam sila ke empat sebagai persemaian beda pendapat. Konstitusional. Pasal 28 UUD Negara RI Tahun 1945 memberikan jaminan ruang berekspresi, berpendapat dan beda pendapat sebagai kemerdekaan. Ketika jargon ‘NKRI harga mati dan aku Pancasila’ digelorakan dalam berbagai momentum, sesungguhnya memiliki kedalaman makna yang tidak sebatas verbalitas. Mudah diucap namun tak gampang membentuk sikap. Menerima dan mengakomodasikan kritik sesungguhnya batu uji guna membuktikan konsistensi tegak lurus terhadap narasi harga mati.

Kritik ternyata belum menjadi bagian dari budaya di negeri ini. Kritik dinilai sebagai pandangan skeptis dan apriori. Menghambat dan tidak mendapatkan tempat. Bahkan sementara pejabat menilai jika kritik merupakan ancaman terhadap kemapanan. Membahayakan bagi kelangsungan kebijakan karena potensi membongkar materi yang disembunyikan. Penyelenggara pemerintahan, lembaga pelayanan publik, para pelaksana dan penegak hukum seharusnya tidak alergi kritik.

Kritik santer ditujukan pada KPK karena alibinya tidak rasional atas ketidakmampuan menangkap Harun Masiku. Kritik diarahkan terhadap penguasa dan aparat penegak hukum karena kebijakannya tidak bersahabat dengan Hak Asasi Manusia atas kasus Rempang. Kritik ditembakkan untuk Ibu Mega karena disinyalir telah menghina profesi tukang bakso. Kritik dihembuskan kepada bupati karena meloloskan investor menabrak aturan RT/RW. Kritik tak henti menghiasi media karena penegak hukum tidak tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar upah sesuai UMK. Komitmen atas nilai identitas kader komunitas dilupakan hanya gara-gara multipolarisasi pendapat  yang seharusnya dirawat sebagai karakter. IKN mendapat kritik keras karena menegasikan aspek amdal. Perguruan tinggi dihujani kritik karena miskin orientasi trilogi Hegel.

Jika kritik menjadi musuh bersama, maka claim negara demokrasi tak lebih sebagai fiksi. Demokrasi adalah paradigma dimana kritik menjadi indikator utama. Kadang kala kritik tidak dihembuskan karena penerima kritik seorang tokoh, ahli atau pejabat bereputasi.  Tidak ada satupun berani mengkritik Luhut karena label Kopasus yang melekat pada diri dan keberaniannya. Semua ucapan seorang Rocky Gerung identik dengan kebenaran sehingga sulit mendatangkan kritik karena keberadaannya sebagai kritikus ulung diamini banyak orang. Semua ucapan Mahmud MD dianggap benar karena kapasitasnya strategis sebagai pejabat dengan kompetensi ilmu yang tak diragukan. Padahal di luar dugaan banyak orang ketika seorang Bambang Pacul anggota DPR RI mematahkan argumentasi Mahfud MD soal komunikasi supremasi parpol di forum wakil rakyat beberapa waktu lalu.

Semua asumsi di atas pada dasarnya melemahkan energi kritik. Sepanjang penerima kritik dengan status sebagai manusia, apapun latar belakang dan jabatan yang disandang, lekat dengan potensi salah. Ilmiah sekalipun tidak berarti tanpa salah. Ingat, ketika Marx dengan hipotesanya menjanjikan sorga di bumi justru terpental sehingga lahir gerakan Glasnost dan Perstorika. Blok komunis runtuh seketika. Jangan lupa tiga puluh dua tahun Presiden Soeharto berkuasa juga tumbang pada akhirnya. Karena itu kritik merupakan kebutuhan. Kampus sekalipun tempat menumbuhkankembangkan kritik tidak berarti  lepas dari kritik. Termasuk para dosen yang mengajarkan ilmu berpikir kritis. Tidak semua guru besar berotak besar. Tidak semua doktor pasti cerdas poll.

Fenomena di atas merupakan fakta bahwa simpul kuasa dan kompetensi ilmu tidak seteril dari salah.  Cara pandang supremasi personal mendesak untuk ditata ulang agar ‘argumentum ad populum’ tidak mewabah sehingga negeri ini tidak menjadi Republik Gagal Paham terhadap Kritik. Karena itu buat Anis, Ganjar dan Prabowo sebagai capres, segeralah mencari tukang kritik. Bukan penghamba yang hanya bisa mencium tangan dan memuja karena engkau bertiga bukan berhala.

*) Penulis adalah kolumnis, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember dan dan Dewan Pakar MD KAHMI

Latest Posts

spot_img
spot_img

DIKSI POPULER

spot_img
spot_img

LANGGANAN DIKSI

Menyajikan informasi terkini dan Up to Date silakanan langganan berita kami Gratis.