Selasa, Juni 3, 2025
spot_img

DIKSI UPDATE

Tersisa, di Era Jember  Baru

Oleh: Dr. Aries Harianto, S.H.,M.H.,C.Med *)

Dikotomi paslon sudah lewat. Jember telah memilih paslon meski belum ‘dibaiat’. Terlepas pro-kontra dan multi pendapat. Jember kembali bersahabat sebagai landasan menuju wibawa daerah yang bermartabat.  Rekapitulasi suara terus berlangsung. Alhamdulillah, puji Tuhan, damai Pilkada tetap menggaung. Sekarang saatnya para pihak merenung. Melakukan evaluasi diri, mengubur riak sentimen untuk bertarung. Perhelatan sudah tuntas. Aman, terkendali dan Jember kembali berkomunitas.

Jember Baru – Jember Maju adalah visi paslon terpilih Gus Fawait dan Pak Joko. Paduan personal yang menyimpan semangat junior dan kearifan senior. Keduanya aktor penentu yang membingkai komitmen Jember sebagai Rumah Cinta. Cinta sebagai nilai, Cinta sebagai frame epistem, Cinta sebagai metode guna menjawab berbagai persoalan Jember ke depan.

Dalam cinta tiada amarah. Dengan cinta semua disapa. Melalui cinta, aku – engkau lebur menjadi kita. Terhadap kiritik, saran, masukan, tangan cinta senantiasa menengadah. Atmosfir cinta pantang menepuk dada. Skeptis, benci, apriori dari siapapun adalah gizi sebagai wujud pengakuan hakiki. Kaidah cinta memberi ruang solusi. Sentuhan cinta merespon segala aksi. Cinta mengeliminasi dendam agar demokrasi menjadi lentera yang tak pernah padam. Bagi cinta, pujian adalah deteksi agar tetap fokus, waspada, introspeksi dan tidak lupa diri. Terbuai pujian adalah awal kesesatan. Bahkan potensial Jember  menjadi berantakan.

Selamat bekerja untuk paslon terpilih. Engkau capek dan pasti letih. Sembari menunggu penetapan KPU, tak berarti pemenang bertopang daku. Beragam agenda menjemput legalitas guna menjalankan otoritas. Konon katanya dua atau tiga bulan ke depan kewenangan sudah di tangan. Program Seratus Hari Pertama adalah tradisi, meski bukan kewajiban hukum dijalani. Sifatnya sebagai gebrakan yang diharapkan memberi kejutan. Digagas matang, diimplementasikan berbasis data dan fakta. Apa saja program dimaksud, tentu saja urusan Bupati dan Wabup terpilih. Namun untuk dan atas nama Jember Sentris, siapapun terbuka menyampaikan ide, gagasan kontributif dan pendapat kritis konstruktif.

Paling tidak, berikut list data dan fakta problematika Jember yang patut mendapat perhatian sebagai agenda mendatang.

1.    Kegalan Reformasi Birokrasi

Pada tahun 2023 Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) Jember sebesar 66.61 (B). Tahun 2022 dan 2023 berada pada ranking 33 (B) dan 35 (B) dari 38 Kabupaten /Kota se-Jatim. Visualisasi angka itu di bawah target RPJMD. Dibanding Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi, peringkat Jember ada di bawahnya. Reformasi birokrasi di Jember belum mampu mewujudkan dampak nyata untuk menjawab kebutuhan publik. Kriteria ini berdasarkan Permen PAN RB No.9 Tahun 2023 tentang Evaluasi Reformasi Birokrasi. Fakta demikian merupakan indikasi ‘kegagalan’ reformasi birokrasi daerah di Kabupaten Jember.

Kinerja instansi pemerintah daerah yang diukur dengan nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada tahun 2022 berada pada angka 63.15. Peringkat 37 dari 38 Kabupaten / Kota di Jatim. Tahun 2023 menurun menjadi 62.14. Otomatis peringkatpun juga diposisi buncit. Berdasarkan Permen PAN RB No No. 88 Tahun 2021 posisi angka tersebut mengindikasikan bahwa birokrasi belum produktif dalam mencapai target kinerja. Bahkan bersifat rutinitas belaka.

2.    Ketidakadilan Gender

Gender adalah konstruksi sosial tentang peran, tingkah laku, sikap, dan nilai antara perempuan serta pria. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jember lebih rendah dibanding Banyuwangi dan Bondowoso. IPG merupakan komponen penting guna mengukur pembangunan manusia berbasis gender. Tahun 2023, IPG Jember 83,52. Sementara Banyuwangi 87,50 dan Bondowoso 91,17.

Demikian juga soal Indeks Ketimpangan Gender (IKG). IKG menunjukkan rendahnya ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki. Demikian sebaliknya. IKG Jember sebagai problematik berada di atas Banyuwangi dan Lumajang. Kematian ibu dan anak, maraknya pernikahan dan perceraian dini, stunting, pengangguran perempuan, kurban Kejahatan Gender berbasis Online (KGBO) adalah beberapa fakta problem ketidakadilan gender. Dalam konteks ketidakadilan gender, Jember peringkat pertama banyaknya putusan permohonan dispensasi nikah di tingkat Propinsi, yakni 1.388 putusan. Diikuti Malang 1.384 dan Probolinggo 1.141. Versi BKKBN Jatim, musabab dispensasi nikah sejak 2022 diajukan karena hamil duluan. Selebihnya sebab lain. Tahun 2023 permohonan dispensasi nikah di Jember turun menjadi 1.362. Namun masih dalam kategori tinggi.

 3.    Ketidakpastian Operasional Bandara

Transportasi merupakan hal yang penting dan mendasar. Jember telah memiliki bandara Notohadinegoro. Namun hingga kini secara faktual belum berfungsi maksimal. Bandara Jember hidup segan mati tak mau. Tidak ada alasan pembenar atas kematian bandara  di era Jember Baru. Bandara adalah jendela daerah. Berperan menentukan dalam ranah investasi.

4.    JFC Belum Mencerminkan Kearifan Lokal

        Jember memiliki ikon kreatif yang mendunia. Jember Fashion Carnaval (JFC), namanya. Secara fungsional JFC penting dan strategis sebagai wahana mengangkat ekonomi lokal dan identitas daerah. Selama ini JFC sebatas momentum event. Mengundang minat internasional. Namun hingga kini belum mampu menjadi ajang promosi yang mengintegrasikan potensi budaya lokal. Masyarakat tahu kapan JFC digelar, namun melalui JFC belum bisa diakses soal batik Jember, kuliner, potensi wisata, otentisitas seni dan budaya khas Jember lainnya. JFC yang selama ini menawarkan konsep city branding penting untuk direkostruksi agar ada kebaruan fungsinya.

5.    Persid Tinggal Nama

Linier dengan perkembangan prestasi sepak bola nasional dalam berbagai event internasional, merupakan momentum yang tepat agar Jember mampu menjawab kebutuhan warganya guna menghidupkan kembali PERSID sebagai tim kesebelasan kebanggaan. Tidak hanya sepak bola, namun cabang olah raganya lainnya menuntut perhatian serupa karena olah raga tidak hanya mencetak prestasi dan membangun citra daerah, tetapi juga hiburan yang menabur energi positif dan mengikat kebersamaan warga Jember.

6.    Imaginasi Budaya Pendalungan Sebagai Platform

        Tepatnya pada 16 Mei 2016, Bupati Hj. Faida, mendeklarasikan Jember sebagai Kota Pendalungan. Deklarasi ini merupakan sebuah cultural bomb. Menyentak, mengundang tanya dan pemikiran. Beragam festival Pendalungan sering digelar. Pertanyaan yang dapat diajukan kemudian, apakah kebudayaan Pendalungan itu benar-benar ada? Jika memang ada, apakah sesungguhnya kebudayaan Pendalungan itu? Tentu tidak mudah menjawabnya. Belum ada pemahaman yang komprehensif akan hal ini. Dengan kata lain, Pendalungan sebagai budaya dan platform yang membangun karakteristik cultural Jember masih bersifat imaginasi.

Jember Baru – Jember Maju adalah gagasan besar. Tidak semudah membalik telapak tangan untuk mewujudkannya. Jember baru dihadapkan pada multi tantangan. Di sinilah komitmen Rumah Cinta Paslon terpilih diuji. Beragam problema kelak tidak cukup disenyumi namun butuh aksi yang tidak setengah hati. Di sinilah urgensi menanamkan rasa memiliki dan kerja cerdas guna membangun antusias.

*)    Penulis adalah kolumnis, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember, Ketua Dewan Pakar ICMI Orda Jember dan Mediator berlisensi Mahkamah Agung

Latest Posts

spot_img
spot_img

DIKSI POPULER

spot_img
spot_img

LANGGANAN DIKSI

Menyajikan informasi terkini dan Up to Date silakanan langganan berita kami Gratis.