Diksi.co.id, Jember | Jual beli kursi diduga masih mewarnai penerimaan peserta didik baru atau PPDB. Kursi di sekolah yang dianggap unggulan, orang tua calon siswa harus berburu dan siap untuk ‘lelang’.
Bagi yang berkantong pas-pasan apalagi berstatus buruh, jangan harap bisa menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit seperti di SMAN 1 Jember. Praktik lelang atau jual beli kursi ini terungkap saat orang tua wali calon siswa dimintai uang hingga puluhan juta rupiah.
Salah satunya sebut saja HD, salah seorang wakil wali murid siswa yang hendak memasukkan keluarganya ke SMA 1 Jember melalui jalur buruh.
Kepada media dirinya menjelaskan, awalnya dia dimintai uang oleh salah seorang oknum dari SMA 1 berinisial H dengan janji akan di lolos dalam seleksi di sekolah yang akan ditujunya.
“Yang bersangkutan meminta uang kepada saya dengan janji akan meloloskan keluarga saya dalam pengumuman penerimaan anak didik baru kemarin dari jalur buruh. Untuk jalur ini harus menyertakan identitas bahwa wali murid memang bekerja sebagai buruh,”ujar HD.
Permintaan ini membuat HD terkejut bukan kepalang. Pasalnya uang yang ada di kantongnya hanya sekedar. Demi anaknya, akhirnya uang tersebut diberikan semua kepada oknum tersebut meski jumlahnya jauh dari permintaan.
“Saat telpon saya, yang bersangkutan mengatakan jika melalui jalur sekolah biayanya sebesar Rp.30 juta. Dan itu sudah harga umum yang ditarifkan pihak sekolah,”ungkapnya.
Mimpi sang anak untuk bersekolah di SMA tertua di Jember itu pupus. HD menduga karena jauh dari besaran rupiah yang diminta sekolah. Terbukti uang HD dikembalikan oleh H dengan alasan ada sarat administrasi yang tidak memungkinkan untuk lolos dalam penerimaan siswa anak didik baru.
“Karena saat dilakukan survei ternyata masuk kategori orang mampu. Hasilnya tidak lolos dalam pengumuman penerimaan anak didik baru di sekolah SMA Favorit tersebut.,”jelasnya.
Namun HD merasa heran, pasalnya salah seorang kerabatnya yang kebetulan hendak memasukkan anaknya ke sekolah tersebut melalui jalur buruh ternyata diterima.
“Anehnya, saya tidak pernah disurvei kerumah tiba-tiba dinyatakan tidak lolos karena dianggap saya orang mampu,”tuturnya.
Namun di lain sisi lanjut HD, kerabatnya yang jelas-jelas masuk kategori orang mampu karena ayahnya kerja di salah satu tambang di luar Jawa justru bisa diterima.
“Saat saya tanya ke saudara saya, bisa masuk melalui jalur buruh karena apa, ternyata dirinya sudah membayar uang sebesar Rp.15 juta,” terangnya.
Menyikapi persoalan ini, sejumlah alumni SMA 1 merasa prihatin dengan kondisi ini.sebab saat mereka masih sekolah tidak ada yang namanya “jual” bangku sebesar sekarang ini.
BP, alumni angkatan 94 mengaku heran saat mengetahui rumor adanya praktek ini, meski dirinya pernah mendengar namun biayanya tidak sebesar itu.
“Kalau sampai puluhan juta ya keterlaluan. Apalagi ditengah kondisi arus informasi yang sangat cepet seperti ini, sekecil apapun persoalan akan cepat terkuak,”ujarnya.
BP juga menyayangkan dengan adanya kejadian ini, sebab pendidikan adalah modal besar bagi negara yang ingin maju .” Kalau semua bisa dibeli dengan uang, bagaimana mutu kualitas pendidikan kita,”tambahnya .
Pihak Kepala sekolah SMA 1, Edi saat dikonfirmasi media lewat pesan whatapp terkait dugaan jual beli bangku tersebut mengaku tidak ada jual beli bangku dalam PPDB di SMAN yang di asuhnya
” Matur nuwun informasinya. Tidak ada jual beli bangku di sekolah kami,” tuturnya singkat .(ary)