Sabtu, Juni 7, 2025
spot_img

DIKSI UPDATE

Petisi KADIN di Republik Tembakau

Oeh: Dr. Aries Harianto, S.H.,M.H.,C.Med

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim  memang bernyali. Berani protes. Apalagi dengan Petisi. Isinya, ‘Menolak Zat Adiktif Produk Tembakau Diatur Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah’. Disampaikan dalam Saresehan Nasional Pertembakauan 29 September 2023 di Surabaya. Terlepas ditindaklanjuti atau tidak, secara moral protes dimaksud merupakan wujud komitmen. Kadin dituntut kontribusi perannya sebagai garda kotrol kebijakan.

Apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Secara normatif, berdasarkan UU No.1 tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, Kadin bukan hanya  wadah internal  pengusaha Indonesia, tetapi juga wahana komunikasi dengan pemerintah. Komunikasi menyangkut soal perdagangan, perindustrian, dan jasa. Sifatnya mandiri. Bukan organisasi pemerintah. Tidak berafiliasi pada partai politik. Secara fungsional, protes Kadin tidak berarti tanpa landasan. Tidak semata karena zat adiktif yang dilekatkan pada tembakau, namun komoditas tembakau selama ini sangat berarti memberikan nilai tambah ekonomi.

Jember adalah Republik Tembakau. Tidak berlebihan predikat ini dilekatkan. Potensi lahan, gairah petani, volume produksi, sandaran buruh pada industri tembakau sedemikian tinggi. Bahkan di Jember bercokol perusahaan asing. Eksploratif terhadap baku tembakau. Hasilkan produk berupa cerutu. Tentu saja bukan untuk kebutuhan domestik. Kenyataan ini menginspirasi Universitas Jember menggunakan disain daun tembakau dalam konstruksi estetika gedungnya. Bahkan daun tembakau diabadikan sebagai logo Universitas. Karena itu kebijakan kategorisasi tembakau sebagai zat adiktif merupakan amputasi mata rantai sumber kehidupan dalam ranah perekonomian.

Disebut dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan (UUK)-Pasal 149 ayat (1), (2) bahwa produksi, peredaran dan penggunaan zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Zat adiktif tersebut termasuk produk tembakau. Dengan kata lain, tembakau berikut produk ikutannya tidak dilarang. Hanya diarahkan dengan standar tertentu. Sisi lain pada UUK-Pasal 151 (2) mewajibkan pemerintah daerah menetapkan kawasan tanpa rokok. Demikian substansi pengaturannya. Tidak berarti pengaturan berupa klausul dalam peraturan perundang-undangan tidak memiliki dampak perekonomian.

Lanjut ke halaman berikutnya —>
<!–nextpage–

Zat adiktif dalam referensi medis adalah zat yang terkandung dalam obat-obatan dan bahan aktif yang menyebabkan ketergantungan. Dampaknya, menciptakan kecanduan. Membuat tubuh ingin mengonsumsi terus menerus. Masalahnya, mengapa hanya tembakau yang menjadi objek pengaturan. Kafein juga termasuk zat adiktif. Serupa dengan tembakau dalam golongan non narkotika dan psikotropika. Kafein terdapat pada minuman. Dikonsumsi setiap hari. Teh, kopi, cokelat, minuman berenergi dan bersoda pada dasarnya mengandung kafein. Tidak heran sebagian orang merasa harus minum teh dan kopi setiap saat. Merasa pusing atau rasa yang kurang jika tidak mengkonsumsi. Menjadi kebutuhan sebagai efek kecanduan. Mengonsumsi kafein berlebihan juga membangun efek rasa nyeri, jantung berdebar, cemas dan perut kembung. Realitas sosial menegasikan efek semua itu. Justru kopi dewasa ini menjadi simbol solutif dan perekat sosial. Tidak ada pembatasan produk dan edar. Kopi aman-aman saja. Kafein lolos begitu saja. Lepas dari pengaturan UUK.

Ada apa sebenarnya dengan tembakau ? Apakah pengaturan tembakau dalam rumpun zat adiktif merupakan kebijakan otentik membangun Indonesia Sehat ataukah kebijakan pesanan dalam lalulintas template politik ekonomi internasional ? Secara eksplisit tidak mudah menjawabnya. Informasi dari berbagai sumber, 96% dari jumlah produksi tembakau Indonesia sebagian besar diproduksi di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Diskripsi Statistika Tahun 2021 menempatkan Indonesia dalam peringkat keempat negara produsen utama tembakau dunia. Total produksi mencapai 0,23 juta metrik ton setelah China, India dan Brasil.

Lanjut ke halaman berikutnya —>
<!–nextpage–

Data tahun 2023, pravelensi perokok laki-laki 63 prosen dari jumlah penduduk Indonesia. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp.198,02 triliun sejak 1 Januari – 14 Desember 2022. Angka ini meningkat 4,9% dibandingkan tahun 2022 dengan perolehan Rp.188,81 triliun. Nominal 198,02 triliun merupakan indikator bahwa industri hasil tembakau signifikan memberikan nilai tambah perekonomian. Bagaimana efek kebijakan dari rezim kesehatan dengan pengendalian tembakau yang dituangkan dalam UUK berikut regulasi di bawahnya, hingga kini belum ada analisis ekonomi yang bisa digunakan sebagai referensi.

Mengamati perjalanan panjang perseteruan di sekitar industri hasil tembakau (IHT), Sarah Milov, peneliti politik tembakau menyimpulkan, “the relative power of smokers versus non smokers was, foremost, a political rather than a scientific question” (2019). Riset ilmiah seputar tembakau tidak pernah bebas orientasi politik. Telaah ilmiah hanya dijadikan tameng untuk melegitimasi kepentingan politik tertentu di dalam mendukung atau menolak tembakau dan rokok. Pola ini tidak hanya terjadi di Eropa dan Amerika. Indonesia juga membebek. Gagasan Milov membunyikan alarming  penting : wacana tentang tembakau dan rokok selalu politis. Bukan objek kajian murni medis. Tembakau tidak hanya soal sehat atau beracun, tetapi juga soal kekuasaan dan cuan berlimpah.

Sekali lagi, apresiatif terhadap protes Kadin. Dalam perspektif upaya hukum, seyogyanya  protes itu ditujukan pada level undang-undangnya. Bukan pada rencana Peraturan Pemerintah (PP) karena PP merupakan penjabaran lebih lanjut dari UU yang lebih tinggi, yakni UUK. Tidak diaturnya kelak soal zat adiktif pada tembakau dalam PP sebagai wujud mengakomodasikan protes, secara normatif tidak merubah justifikasi yang melekat pada tembakau. Tetap sebagai zat adiktif. Sisi lain jika haluan protes itu diarahkan pada UUK, dalam kaidah keberlakuan UU juga tidak serta merta menjamin perubahan pengaturan.

Lanjut ke halaman berikutnya —>
<!–nextpage–

Perubahan pada UU terjadi sebagai atas dua musabab. Pertama, ditarik kembali atau direvisi oleh pembentuk peraturan perundang-undangan, Kedua, adanya ‘norma baru’ sebagai akibat hukum pelaksanaan Yudisial Review melalui Putusan Mahkamah Konstitusi. Biarlah dinamika hukum berjalan dalam ranahnya. Namun apapun yang terjadi,   di penghujung 2023, Kadin telah membidani preseden untuk mengatakan ‘tidak’ terhadap pemerintah sebagai wujud rasa cinta. Bukan benci atau angkara. Protes Kadin tidak lebih sebatas itikad baik guna menyelamatkan mata pencaharian dan kelangsungan jutaan buruh industri tembakau.

*) Penulis adalah kolumnis, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember dan Dewan Pakar MD KAHMI Jember

Latest Posts

spot_img
spot_img

DIKSI POPULER

spot_img
spot_img

LANGGANAN DIKSI

Menyajikan informasi terkini dan Up to Date silakanan langganan berita kami Gratis.