Jumat, Mei 17, 2024
spot_img

DIKSI UPDATE

Arahan Presiden Tidak Melarang Bukber

oleh: Dr. Aries Harianto, S.H.,M.H.,C.Med *)

Awal puasa, melalui Surat Sekretaris Kabinet (Sekab) No. R-38/SESKAB/ DKK / 03/2023, Presiden memberikan dua butir arahan. Pertama, soal kehati-hatian menyangkut transisi pandemi, kedua meniadakan bukber.

Tidak hanya ASN, masyarakatpun terperangah. Sarat pertanyaan, seolah arahan itu secara ekstrim melarang bukber dan menghilangkan tradisi bulan puasa. Apalagi Mendagri menindaklanjuti surat Sekab itu melalui SE No. 100.4.4/1768/SJ. Isinya berupa penegasan dan sedikit ‘menyimpang’.

Apa sebenarnya maksud arahan presiden itu ? Secara hukum, arahan itu bukan larangan. Tidak mungkin Presiden melarang bukber hanya karena kekhawatiran orang berkumpul di satu titik dalam waktu yang sama sehingga menjadi lahan persemaian pandemi.

Terkait pandemi Covid-19, Presiden telah mencabut PPKM pada Desember 2022 lalu. Jika arahan itu semata atas dasar kekhawatiran potensi kerumunan, tentu kontradiktif dengan pencabutan PPKM sebagaimana Instruksi Mendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022.

Secara hukum, arahan tidak lebih merupakan petunjuk untuk melaksanakan sesuatu. Bersifat persuasif. Bobot pesannya, adalah ‘seyogyanya’. Bukan wajib atau seharusnya. Jika substansinya wajib, tentu diikuti sanksi.

Jangan lupa bahwa arahan ini sebenarnya dikhususkan bagi ASN. Bersifat instansional. Jadi masyarakat boleh saja menggelar buka bersama sebagai tradisi di bulan ramadhan karena tidak termasuk sebagai subjek yang diberi arahan.

Buka bersama pada hakikatnya tidak cukup dimaknai makan bersama mengakhiri puasa. Dengan bukber, tali silaturrahmi sesama teman, keluarga, sejawat dan kolega tetap terjaga. Ada kehangatan interaktif, senyum dan harmoni. Di meja makan bisa saling cerita. Transfer informasi dan ilmu tetap bisa dirawat kesinambungannya.

Bercengkerama dengan teman lama yang sebelumnya terputus dan berjarak karena rutinitas kesibukan. Mencairkan kecanggungan sesama yang selama ini miss-komunikasi sehingga kembali bertegur sapa.

Bukber adalah wahana mencairkan suasana dengan memulai hubungan positif dan optimistik. Menghilangkan stress karena bukber secara fungsional juga terapi psikologis sebagai bagian dari rahmad di bulan ramadhan. Sungguh mulia. Penting untuk dirawat dan ditumbuhkembangkan.

Mencermati SE Mendagri, salah satu pertimbangan atas arahan dimaksud adalah membangun empati kepada masyarakat. Tidak menampakkan hidup berlebihan. Itu pesan yang tersimpan agar pejabat menghemat anggaran karena saat ini tengah menjadi sorotan publik akibat terkuak beragam persoalan.

Hidup sederhana harus dikedepankan. Komitmen demikian dituangkan dalam SE No. 100.4.4/1768/SJ yang diterbitkan Mendagri. Butir arahan untuk menampakkan hidup sederhana sebenarnya tidak termasuk arahan Presiden, meskipun komitmen Mendagri itu tidak salah.

Menjadi seksi dikomentari ketika keputusan otoritatif Mendagri memuat butir arahan yang sebenarnya tidak menjadi fokus kehendak Presiden. Mendagri mentautkan pola hidup sederhana, alih-alih meniadakan bukber sebagai tradisi ramadhan.

Hidup sederhana dalam konteks instansi birokrasi adalah pengendalian dari sisi keuangan. Kalau bukber secara faktual mengurangi anggaran, bahkan cenderung pemborosan, sementara sisi lain dengan bukber tercipta integritas dan kebersamaan di lingkungan aparatur birokrasi, tentu arahan meniadakan bukber itu menjadi tidak logis. Tidak reasonable dan terkesan dipaksakan.

Kalau konsistensi hemat anggaran dijunjung tinggi maka tardisi pengiriman parcel oleh birokrasi patut dikaji. Selama ini setiap pejabat berlomba membangun citra melalui parcel lebaran melebihi pejabat lainnya. Parcel diisi dengan volume dan tampilan yang membangun kesan lebih dari pejabat sebelumnya.

Lepas dari sumber anggaran untuk menutup kebutuhan parcel, meskipun memberi merupakan aksi terpuji dan mulia, namun realitas semacam ini penting menjadi refleksi kebijakan birokrasi. Bukankah pegawai telah mendapatkan THR sebagai hak normatif.

Sementara parcel adalah aksi masif yang tidak kontributif bagi pengendalian anggaran. Kecuali jika pejabat yang bersangkutan belanja membagi parcel dari kocek pribadi. Itupun juga tidak salah dikoreksi. Bahkan dipertanyakan. Dari mana uang itu. Membahas soal parcel menjadi efektif sebagai langkah hidup sederhana sambil berbuka puasa bersama. Ternyata, bukber juga bermanfaat untuk menghemat anggaran. Haruskah ditiadakan ?

 

*) Akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember, Dewan Pakar KAHMI Jember serta Mediator Berlisensi Mahkamah Agung

Latest Posts

spot_img
spot_img

DIKSI POPULER

spot_img
spot_img

LANGGANAN DIKSI

Menyajikan informasi terkini dan Up to Date silakanan langganan berita kami Gratis.