Diksi.co.id, Jember | Sejumlah bakal calon legislatif DPRD Jember bersyukur pemilu tetap dengan menggunakan sistem proporsional terbuka.
Seperti diungkapkan Fahrur Rozi bacaleg dari Partai Amanat Nasional atau PAN. Bacaleg yang akrab dipanggil Abah Rozi ini mengatakan sistem tertutup akan adalah kemunduran demokrasi.
“Proporsional tertutup itu mengkebiri caleg yang akan berkontestasi pada Pemilu 2024, dan juga kita akan kembali ke era orde baru dimana rakyat tidak pernah mengenal wakil rakyatnya sehingga tidak tahu kemana mereka akan mengadu,” kata Bacaleg DPRD Jember daerah pemilihan (Dapil) 2 itu.
Bacaleg perempuan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Roikhatul Jannah. Sebagai kader partai Bacaleg DPRD Jember Dapil 1 tersebut akan tetap tegak lurus keputusan partai dan telah siap apapun keputusan MK.
“Sistem terbuka maupun tertutup kita sudah siap. Keputusan MK merupakan keputusan terbaik yang harus kita hormati dan jalankan. Sekarang bacaleg tinggal fokus terhadap strategi pemenangan,” katanya.
Sementara Bacaleg Dapil 1 Charis Sakti Fitriadi dari Partai Nasdem dengan keputusan MK tersebut memberi kesempatan seluruh rakyat Indonesia untuk mengenal calon legislator yang akan mewakili mereka.
“Pemilu dengan sistem proporsional terbuka ini tidak hanya mengenal partai. Tapi mereka juga tahu siapa wakil mereka di DPRD nanti,” katanya.
Sedangkan Ahmad Halim yang saat ini sebagai petahana di DPRD Jember dari Partai Gerindra menyatakan setiap pihak harus menghormati keputusan MK tersebut. Meskipun sistem tertutup menguntungkan dirinya sebagai petahana, Wakil Ketua DPRD Jember yang juga Ketua DPC Partai Gerindra mengaku sudah siap dengan apapun keputusan MK.
“Kalau soal perasaan biasa saja sebenarnya. Terus terang kita sudah siap dengan segala keputusan terbuka atau tertutup,” katanya.
“Kami sudah siap menyongsong Pemilu 2024 Gerindra menang, Prabowo presiden,” tambahnya.
Seperti diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan Pemilu Legislatif tahun 2024 tetap dengan menggunakan sistem proporsional terbuka pada sidang yang digelar, Kamis (15/6/2023).
Dalam putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut secara resmi MK menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).
Mahkamah mempertimbangkan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu. Hakim konstitusi Sadli Isra mengatakan dalam setiap sistem pemilu terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya.
Sadli Isra menuturkan, menurut mahkamah, perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.
Putusan ini diwarnai pendapat berbeda atau dissenting opinion dari satu hakim, yaitu hakim konstitusi Arief Hidayat.
Sebagaimana diketahui, Uji Materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November silam dengan nomor gugatan 114/PPU-XX/2022. Para pemohon dalam uji materi ini meliputi Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Salah satu gugatannya ialah mereka meminta agar hakim mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.(ary)