Oleh: Dr. Aries Harianto, S,.H.,M.H.,C.Med
Di luar dugaan, warga Jember melawan. Rekayasa lalulintas Sistem Satu Arah (SSA) ditentang warga. Diporak-porandakan pengguna jalan. Narasi protes bermunculan. Baner penolakan terpasang di setiap gang. Terbaca di sepanjang jalan. Puncaknya, pas 1 November. Pengguna jalan menjadi polisi bagi dirinya sendiri.Tanpa rasa takut, bahkan sangat percaya diri. Property lalulintas dibuka dan dipinggirkan. Berantakan tak beraturan. Telah terjadi pembobolan arah lalulintas sebagai simbol perlawanan. Akibatnya bisa ditebak. Carut marut. Salbut kata orang Jember.
Saat ini Jember tengah overload dengan berita perlawanan warga. Dipicu atas berbagai musabab. Dari inkonsisten atas kebijakan hingga pelanggaran terhadap aturan. Dengan menjunjung asas presumption of innocence (praduga tak bersalah), dari beragam kasus hukum yang muncul, belum satupun mendapatkan jawaban konkrit. Apalagi penyelesaian. Betapa tidak. Ketika pengaduan JEPR atas kasus netralitas ASN belum ada jawaban, mencuat berita alih fungsi lahan. Tanpa perijinan pembangunan hotel berbintang mulai didirikan. Sontak DPRD ramai bersidang. Setelahnya senyap. Saat ini alih fungsi lahan menjadi kasus yang tengah diperiksa di meja sidang.
Kasus Sosper menyusul kemudian. Berujung pada laporan warga atas seorang oknum anggota Legislatif Jember. Dinilai melanggar konstitusi PSSI. Laporan tidak hanya tertuju pada Badan Kehormatan DPRD Jember menyangkut etis, tetapi juga masuk dalam ranah pidana karena indikasi penyalahgunaan anggaran. Polres juga menerima laporan tertulis akan hal itu. Perihal respon institusional atas berbagai laporan, tak seorangpun bisa memastikan. Ditindaklanjuti atau dipeti es-kan. Bahkan di awal November ini meruak gunjing miring soal pabrik pupuk. Disinyalir menabrak aturan dan didirikan dalam kordinat lahan produkif.
Isu strategis yang penting untuk dijawab adalah mengapa warga Jember berani melawan ? Membongkar SSA, melaporkan pelanggaran, dan protes turun ke jalan. Di mana gerangan wakil rakyat yang populis disebut anggota dewan ? Apakah perlawanan ini potensial merambah ranah kebijakan lainnya ? Seperti bola salju. Potensi terus menggelinding.
Orang sedemikian mudah memberikan predikat anarkis atas sebuah fenomena. Termasuk pembobolan SSA. Anarki / anarkis diidentikan dengan upaya merusak. Melawan hukum. Bersifat destruktif. Tidak salah jika orang memandang demikian. Namun sejatinya, term anarki adalah perindu kebebasan martabat individu. Ia menolak segala bentuk kebijakan yang unfair. Tidak profesional, menabrak aturan dan tidak berakar pada asas-asas umum pemerintah yang baik. Jika produk kebijakan yang dimaksudkan adalah daerah, maka penganut anarki memilih masyarakat tanpa pemerintah daerah. Jadi, anarki sejatinya bumi utopis yang dihuni individu-individu yang ogah dan tidak percaya dengan pemerintah daerahnya.
Komunitas anarki tidak saja berpengaruh terhadap potensi elektalibitas. Lebih dari itu akan membidani lahirnya kalangan kritis dan mencetak masyarakat menjadi sensitif. Ketika Polisi banyak menerima laporan, opini bertebaran menghias media. Pemberitaan deras mewarnai koran. Sementara di setiap simpul masyarakat terdengar teriak dan caci maki ketidakpuasan. Akumulasi semuanya adalah fakta yang tidak bisa diremehkan. Bahkan tidak berlebihan jika hal itu merupakan indikasi lunturnya legitimasi publik.
Meminjam berbagai teori tentang kebijakan publik, tidak salah jika sementara orang menilai bahwa elit berkuasa di kabupaten Jember gagal pandang membidani kabijakan. Elite berkuasa merasa lebih pintar. Lebih tahu problema masyarakat. Hingga kebijakan yang dibuat bersifat topdown. Tidak aspiratif. Menegasikan upaya mengakomodasikan kehendak yang harus didengar. Menutup telinga rapat-rapat. Memutus mata rantai komunikasi. Lupa, jika area SSA merupakan arus multi komplek.
Jl.Jawa – Kalimantan – Mastrip – Riau adalah pusat perjuangan generasi seluruh Indonesia. Mahasiswa namanya. Mereka belajar dan berburu makanan murah karena sebagian besar bukan anak orang berada. Mahasiswa tidak saja berpikir soal mata kuliah, tetapi juga berjihad untuk hidup hemat. Arus jalan yang dilalui juga menjadi komponen efisiensi. Sedangkan kaki lima dan pelaku ekonomi lainnya mengadu nasib untuk sesuap nasi. Ada tautan nyata antara arus lalulintas dengan manusia sebagai homo economicus. Perubahan arus dan arah merupakan faktor penyebab munculnya hak untuk menolak. Penolakan warga, pun juga kali lima merupakan wujud dari dampak perubahan arah lalulintas.
Pemkab Jember harus menyadari. Telah terjadi perubahan paradigma tata kelola pemerintahan daerah. Di era sekarang pelayanan berorientasi pada New Public Service. Kepuasan, kenyamanan, ketenangan dan tertib pelayanan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan. Bukan lagi New Public Management yang hanya bersifat tertib managemen internal dan mengabaikan masyarakat yang dilayani. Kebijakan secara moral dan fungsional harus mengedepankan masyarakat sebagai pelanggan primer.
Kebijakan di manapun identik dengan perubahan. Kebijakan adalah aksi yang harus dilakukan pemerintah kabupaten. Kebijakan menjadi tuntutan karena kebutuhan pembangunan. Wahana menciptakan kesejahteraan. Namun tidak semua kebijakan berangkat dari perspektif publik. Kebijakan SSA dibuat tanpa pretensi menyengsarakan. Hanya saja menyimpan persoalan karena mall prosedur ketika membumikan. Terjadi de-humanisasi karena warga dianggap berhala. Tidak diajak ngomong. Tidak digali kehendak dan aspirasinya. Reaksi warga adalah bentuk keberanian bersikap. Diharapkan akan melembaga sebagai wujud kesadaran konstitusional guna mengekpresikan problematika dirinya.
SSA tidak sebatas merubah arus. Di dalamnya terintegrasi perut ribuan orang. Termasuk mahasiswa yang tengah diajari membuat kebijakan. Kepada siapa masyarakat menyandarkan harapan atas beragam masalah, ketika wakilnya yang duduk di lembaga dewan hilang kepedulian. Kepada siapa masyarakat curhat meledakkan derita batinnya, sementara media yang seharusnya menjadi garda terdepan berada di ketiak otoritas. Jika semua komponen tidak konsisten menjalankan tugas pokok dan fungsinya, jangan salahkan warga untuk melawan. Mungkin saja perlawanan itu sebagai upaya untuk menyelamatkan Jember kini dan mendatang.
*) Penulis adalah kolumnis, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember dan Dewan Pakar MD KAHMI Jember