Jumat, Juni 6, 2025
spot_img

DIKSI UPDATE

Selamat Datang ‘Jembaru Airlines’ di ‘Bandara Pendalungan’

Oleh: Dr.Aries Harianto, S.H.,M.H.,C.Med *)

Hari ini, Kamis 20 Februari 2025 adalah momentum faktual. Muhammad Fawait, SE.,M.Sc dan Dr. Djoko Susanto, S.H.,M.H dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Jember. Titik pijak mengemban amanah sebagai awal menjalankan kewenangan. Mereka berdua kini resmi menjadi pilot dan co-pilot. Pribadi bertalenta dan cukup bekal berproses. Kombinasi senior – junior sebagai simbol energi  dan kearifan. Keduanya diharapkan mampu mengendalikan pesawat penumpang. Bukan pesawat tempur atau siluman penghancur.

Dunia penerbangan bukan hal baru bagi mereka berdua. Pasangan pilot berpengalaman yang terikat dan mengikatkan diri terhadap komitmen. Komitmen akan keselamatan dan kenyamanan penumpang hingga tempat tujuan menjadi prioritas utama. Harus diwujudkan. Turbulensi di angkasa adalah hal biasa. Di situlah uji kepiawaian sebagai seni tata kelola. Gumpalan awan, mendung pekat dan petir merupakan niscaya. Tak bisa dihindari, tapi ketrampilan menghadapi dibutuhkan sebagai solusi.

Pendaratan hari ini di Bandara Pendalungan berlangsung running well. Lancar, aman dan terkendali. Secepatnya akan tinggal landas mengangkut banyak penumpang. Pesawat dalam kondisi prima. Bertulis ‘Jembaru Airlines’ (singkatan Jember Baru – Jember Maju) sebagai nama maskapai. Tidak ada tulisan ‘keren’ atau ‘super’ pada bodi dan interior pesawat karena diksi tersebut bukan kewajiban maskapai. Keren atau sejenisnya adalah hak publik sebagai ungkapan kepuasan atas pelayanan. Itupun acapkali disimpan dalam hati. Bukan diumbar menjadi narasi deklarasi.

Beberapa pramugari disiapkan sesuai kebutuhan. Mengenakan kemeja batik Jember dipadu warna dasar pink. Sibuk lalu lalang melayani. Menata koper di bagasi, sembari senyum yang tidak setengah hati. Bertutur sopan dengan sorot mata menatap ramah penumpang. Tidak cantik, namun anggun dan komunikatif. Menyenangkan karena mereka bekerja fokus dan tidak asal-asalan.

Diskripsi di atas sebatas ilustrasi. Gambaran kehendak pemimpin baru di era Jember Baru – Jember Maju sebagai representasi aspirasi rakyat. Berupaya memberi pelayanan dengan beragam menu. Berinisiatif mencipta kondisi tanpa harus menipu, dengan harapan masyarakat bisa gemuyu. Sehingga sejahtera bukan imaginasi semu.

Jember Baru-Jember Maju merupakan hipotesis. Praduga harap sementara yang harus dibuktikan kebenarannya selama menjabat. Jember Baru-Jember Maju sekaligus sebagai kompas penentu arah. Secara akademis disebut paradikma.

Jember Baru adalah proyeksi kebaruan. Menanamkan harapan yang tidak bersifat bualan. Baru dalam perspektif metode guna membidani inovasi pelayanan dan baru pula dalam artian membidani produk. Berorientasi inovatif dengan mengedepankan asas efisien dan efektif. Merangkul dan membuka ruang aspirasi. Akomodatif dalam rangka pelayanan publik. Baru dalam konotasi tidak sebatas ada dari kaidah tidak ada. Lekat di dalamnya citra baru stereotype bagi Jember. Jember Baru berbasis fungsi, manfaat, argumentatif, cultural, rasional dan Go Internasional.

Jember Maju lebih berorientasi pada eskalasi. Bersifat statistika sebagai indiator. Berkonotasi prestasi. Mendongkrak peringkat. Mendasari fakta. Menguatkan manfaat. Konkrit dan berkepastian serta kasat mata. Jember Maju menggantung harap  berkembangnya kreasi sekaligus alternatif pemikiran menyelesaikan ragam persoalan.

Jember Baru-Jember Maju memotret fakta lalulintas fungsional bandara. Investasi datang dengan mudah. Pengusaha taat asas membayar upah pekerja. Manfaat Infra struktur jalan dapat dirasa. Banjir diatasi segera. Stunting tak lagi menjadi problema. Petani lepas dari keluh kesah. Masalah kebutuhan pupuk teratasi dengan tepat dan seksama. JFC menjadi jendela budaya. Ekonomi kreatif tumbuh merata. Ditopang birokrasi bersih sehingga korupsi bisa diantisipasi dan wibawa kota tetap terjaga. RT-RW tuntas legalitas tanpa kendala. KKN menjadi musuh utama. Gerak cepat menjawab kebutuhan regulasi daerah. Berbagai pesta tak lagi nampak di Wahyawibawagraha. Pendopo menjadi rumah rakyat mengekspresikan cinta.

Upaya semacam itu tentu tidak mudah. Butuh nyali dan aksi bupati dan wakil bupati karena problema merata di semua lini. Dibutuhkan ketrampilan berkomunikasi antara ekskutif dengan para pihak termasuk rakyat.  Gus Fawait dan Pak Joss dituntut untuk terampil memposisikan diri sebagai pendengar dan arif bijak mensikapi respon publik yang acapkali galak.

Kritik harus dibuka lebar sebagai wujud rasa cinta dan memiliki. Bahkan tradisi kritik patut untuk dilembagakan sebagai kran demokrasi. Jember Baru-Jember Maju diharapkan terbuka akan kritik sebagai penguat fungsi pengawasan legislasi daerah. Kritik adalah pengimbang kebijakan ekskutif sebagai penyedap rasa karena tukang kritik sejatinya adalah pecinta.

Biarkan para pengunjuk rasa mengekpresikan kontrol dan gagasannya kelak. Jangan halangi apalagi dibenci. Berikan dorongan agar masyarakat menjadi sensitif untuk turut serta menegakkan hukum. Frekuensi masyarakat berelasi dengan penegak hukum merupakan indikasi kesadaran hukum guna menyelesaikan problemnya melalui koridor hukum. Normatif dan konstitusional. Jauh dari arogan. Semua ini penting untuk dirawat sebagai konsekuensi cinta antara pemimpin dan masyarakat yang dipimpinnya.

Buka pintu terhadap beragam segmen untuk menerima saran masukan sebagai bahan pertimbangan, termasuk perguruan tinggi. Jangan tutup lorong bersahabat atas dalih penghambat yang pada gilirannya ekspresi rasa memiliki menjadi tersumbat. Ketika gagasan diakumulasi dan kebijakan diimplementasi, maka konsep relasi menjadi gugur. Bukan ‘Aku Bupati, Engkau Rakyat’. Bukan lagi aku – engkau, namun semua melebur menjadi konsep ‘Kita’. Dengan demikian Bupati dan Wabup benar-benar menjadi bagian dari rakyat. Tidak ada sub-ordinasi. Equality before the government menjadi konsep dasar guna menghapus dikotomi antara loyalis dan kelompok kritis. Di sinilah hakikat cinta mengalami metamorfosa menjadi kasih sayang mengingat dua diksi itu memiki sekat signifikan.

Cinta besifat resiprokal. Kuat bertekanan. Dipicu keinginan untuk memiliki. Keterikatan yang bernuansa perikatan. Limited person. Kontraktual dengan hubungan emosional yang spesial. Bicara cinta selalu dalam ranah dualitas. Positif dan negatif. Loyalis dan khianat. Hitam-putih. Sementara kasih sayang bobotnya ringan. Universal. Tidak dilatarbelakangi motif untuk  memiliki. Peduli. Bertujuan agar orang lain senang dan menyenangkan.  Alami. Dapat diekspresikan dengan berbagai cara. Mulai  kata hingga tindakan nyata.

Kasih sayang kapanpun bisa ditunjukkan kepada siapapun dengan ngopi bareng serta membantu menyelesaikan problemnya tanpa harus terhubung secara emosional dalam interaksi dengannya.  Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Kasih Sayang menjadi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUB). Cinta dan kasih sayang adalah soal manusia /human. Tidak ada yang lebih penting dalam dimensi apapun selalin kemanusiaan. Di sinilah urgensi memahami perbedaan antara cinta dan kasih sayang dalam konteks Jember Baru-Jember Maju sebagai The Principle of Good Governance.

Jember Baru – Jember Maju, menempatkan konstruksi berpikir : Tak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Soal kecil jadi besar, demikian sebaliknya, tergantung dari konstruksi melihat persoalan itu. Dengan senyum dan mata berbinar harap, dari ‘Bandara Pendalungan’ khalayak bershalawat sembari mengucap : ‘selamat mengudara Jembaru Airlines’. Bismillah.

*)    Penulis adalah kolumnis, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember, Ketua Dewan Pakar ICMI Jember, Mediator Berlisensi MA dan Nominator Dosen Favorit Nasional 2024 Versi Hukumonline

Latest Posts

spot_img
spot_img

DIKSI POPULER

spot_img
spot_img

LANGGANAN DIKSI

Menyajikan informasi terkini dan Up to Date silakanan langganan berita kami Gratis.