Diksi.co.id, Bondowoso | Komisi 1 DPRD Bondowoso kembali membuka lembaran buram kasus dugaan transaksi jual beli jabatan di tubuh Pemda. Mereka memanggil Plt Kepala BKSDM, Sugiono yang memiliki peranan penting dalam hal rotasi jabatan untuk didengar keterangannya terkait maraknya isu praktik jual beli jabatan.
Hal itu dilakukan Komisi 1 untuk memastikan rumor praktik haram dalam rotasi jabatan di bawah kepemimpinan Salwa – Irwan yang mengusung visi misi menolak dan melawan segala macam bentuk jual beli jabatan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung di ruang komisi 1 DPRD Bondowoso itu, Senin (3/4/2023), Kepala BKSDM, Sugiono memaparkan secara gamblang dan detail terkait rotasi jabatan dalam beberapa bulan terakhir.
Di depan seluruh anggota komisi 1 DPRD Bondowoso itu, Sugiono memastikan bahwa tidak ada praktik haram dalam rotasi jabatan. Sugiono bahkan menjamin bahwa Bupati Salwa jauh dari praktik haram tersebut.
Dalam keterangannya, Sugiono menjelaskan bahwa sebelum melakukan mutasi jabatan, BKSDM telah melakukan proses administrasi secara benar. Kemudian draf nama nama pejabat yang masuk dalam usulan mutasi ini diajukan ke Tim Penilai Kinerja (TPK) yang dikomando langsung oleh Sekda.
Selanjutnya setelah diajukan ke TPK, nama nama pejabat yang masuk dalam daftar mutasi maupun promosi itu diajukan ke Bupati untuk disetujui atau tidak.
Namun, suara keras muncul dari wakil ketua komisi I DPRD Bondowoso, Sofi dari fraksi PDIP yang juga bendahara PDIP. Dalam pernyataannya Sofi menggatakan bahwa Sugiono secara normatif telah menyampaikan mekanisme mutasi jabatan. Tetapi dalam dengar pendapat itu juga terungkap fakta mengejutkan bahwa ada kesalahan dalam proses awal mutasi yang dilakukan selama ini.
“Jika mutasi ini dilakukan sesuai aturan dan penuh kehati hatian, maka tak mungkin ada double jabatan salah satu Kepala Puskesmas (Kapus), tidak akan ada juga jabatan-jabatan yang tidak sesuai,”kata Sofi
Sofi juga menyebutkan saat RDP dengan BKSDM terungkkap ada keanehan dengan Bupati, pejabat yang namanya telah dicoret justru dilantik.
“Ada beberapa pejabat yang dicoret oleh TPK karena dinilai misalnya tak memenuhi syarat dan lain sebagainya, kemudian setelah semua data baik yang dicoret karena tak sesuai maupun yang sudah sesuai itu diajukan ke Bupati, tetapi justru yang sudah dicoret itu tetap lolos dan disetujui Bupati untuk dilantik,” ujar Sofi.
Kegaduhan kemudian muncul pasca pelantikan. Penyebabnya ada beberapa pihak yang mengeluh karena merasa sudah membayar tetapi tak dilantik.
Hal tersebut memantik reaksi dari banyak pihak sehingga kemudian muncul beberapa nama inisial yang diduga menjadi makelar jabatan.
Mereka ini, dinilai memiliki koneksi kuat dengan pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan transaksi jual beli jabatan sehingga ketika calon mereka gagal dilantik namun sudah terlanjur membayar maka menjadi gaduh.
“Ini menandakan Bupati tidak mampu mengendalikan arus dan permainan kotor disekeliling Bupati. Kemana mana bsa saja mereka mencatut nama Bupati atau nama lain yang memiliki pengaruh besar dalam rotasi jabatan. Ini sungguh naif,” kata Sofi.(Lis)