Sabtu, Juni 7, 2025
spot_img

DIKSI UPDATE

Nikah Ulang, Indah Sebagai Fiksi

Oleh: Dr. Aries Harianto, S.H.,M.H.,C.Med*)

Pernikahan itu halal dan thoyyib. Dibenarkan peraturan perundang-undangan. Dituntun religiusitas syariah. Ditonton banyak kolega dan anak buah. Memberikan manfaat bagi para pihak. Keturunan yang sholeh dan sholeha. Penerus cerita dan wahana merawat peradaban. Siapapun yang menjalani. Di usia berapapun. Pernikahan merupakan peristiwa hukum. Memiliki akibat hukum bagi para pihak dan pihak ketiga. Bahkan Nabi menyindir keras : ‘Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak mengamalkan, bukan bagian dariku’. Karenanya, logis diberikan ucapan selamat kepada H.Hendy sebagai bupati Jember dan istri atas prosesi ‘Pernikahan Ulang’ yang telah dilakukan.

Apapun motiv yang melatarbelakangi, niatan mulia kedua belah pihak telah diwujudkan. Tajuk acara dalam undangan, tertulis acara Nikahin Kasih. Kasih adalah istri tercinta beliau. Kasih Fajarini. Pernikahan ulang digelar sebagai wujud surprise hari kelahiran sang istri. Tak lebih sebagai hadiah ulang tahun. Sungguh mulia.

Nikah ulang, secara hukum bukan nikah kembali. Orang Jawa menyebut Bangun Nikah. Dalam perspektif tradisi, nikah ulang biasanya dilakukan sebagai bentuk membangun komitmen baru suami istri atas cobaan terhadap bahtera rumah tangga yang pernah terjadi. Komitmen ulang dilakukan dengan harapan tercipta perubahan positif. Rasa insyaf dan sikap mawas diri dibangkitkan kembali sehingga melahirkan suasana dan harapan baru. Demikian konsep tradisi soal nikah ulang. Nikah ulang bupati H.Hendy telah digelar.

Acara berlangsung meriah. Ada pesta tentu saja. Dresscodepun ditentukan. Baju tahun tujuhpuluhan. Tertulis para pihak sebagai undangan. Para asisten, staf ahli, inspektur, kepala badan dan dinas, kepala Pol PP, Sekretaris Dewan, Kepala RS, Kabag Setda, Dir PDP dan Perumdam serta Camat se-kabupaten Jember. Semua merupakan jajaran birokrasi. Konon katanya perhelatan dengan dana pribadi.

Hanya karena seorang H.Hendy dan pasangan, acara ini menuai opini publik. Kontrol normatif dan kritik argumentatif. Kontrol dan kritik merupakan wujud rasa memiliki terhadap daerah. Rasa cinta kepada pejabat pemimpinnya. Tak bisa dibendung karena kontrol publik merupakan indikasi demokratisasi dan transparansi. Terbuka akses publik. Dijamin konstitusi. Mempengaruhi indek demokrasi. H.Hendy adalah publik figur. Representasi penyelenggara negara. Nikah ulang, apalagi hadiah bagi istri tercinta sangat agung. Patut diteladani. Refleksi diri guna membangun nilai tambah pribadi. Tidak ada masalah jika H.Hendy tidak terintegrasi dengan kewenangan dalam kapasitas sebagai pejabat.

Nikah ulang adalah pesta. Skala kesederhanaan dalam kemasan acaranya mengundang banyak orang meski terbatas. Bukan soal biaya yang tidak mengganggu APBD namun pengejawantahan gelar Nikah Ulang dimaksud disinyalir tidak mencerminkan kesederhanaan. Lebih tajam penilaian publik ketika mentautkan perhelatan di Rembangan itu dengan fakta cacat yuridis landasan penyusunan APBD. Betapa tidak, pembahasan APBD 2024 harus terhenti karena landasan norma yang seharusnya berupa Perbup, justru menggunakan Keputusan Bupati. Krusial sebab ketika dasarnya cacat hukum, maka berakibat produknyapun batal demi hukum.

Pembiayaan untuk dan atas nama pelayanan dan pembangun di Kabupaten Jember terhenti. Pada gilirannya menjadi multi persoalan. Signifikan mempengaruhi pelayanan publik. Seharusnya kenyataan demikian mengundang sensitifitas pejabat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Tidak melakukan aksi dan giat apapun yang justru secara moral berseberangan dengan keprihatinan. Di sinilah konteks ukuran yang harus dipahami.

Kembali pada soal Nikah Ulang. Publik memotret dari sisi pestanya. Bukan substansi sakral keagungan nilai pernikahannya. Problem hukumnya, nikah ulang dimaksud ternyata paradok dengan SE Bupati Jember No. 800/1812/414/2023 tentang Penerapan Pola hidup sederhana bagi ASN di Lingkungan Pemkab Jember (SE Bupati). SE ini berafiliasi pada Edaran Menteri Dalam Negeri No.800/1916/SJ tanggal 31 Maret 2023. Substansi SE Bupati antara lain berupa amanat mewujudkan pola hidup sederhana dan tidak jumawa.

Pola hidup sederhana dalam konteks ASN adalah keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan. Pelanggaran terhadap rambu-rambu SE Bupati, dikenakan sanksi moral hingga hukuman disiplin. Otoritas pemberi sanksi adalah Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Menurut PP No.96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS – Pasal 1 angka (5), yang dimaksud PPK Kabupaten adalah Bupati. SE Bupati diperuntukkan bagi ASN. Bupati bukan ASN, tetapi pejabat negara. Hukum tidak bisa menjerat bupati. Namun dalam kapasitasnya sebagai PPK, terjadi kontradiksi etis mengingat Bupati dalam hal ini memiliki status hukum sebagai PPK. Menerbitkan produk otoritatif, SE namanya. Lebih dari itu jika dikaji lebih teliti para pihak yang diundang adalah mayoritas ASN. Pada jam efektif saat momentum pelayanan harus dilakukan.

Kehadiran para undangan sebagai pengambil keputusan pada masing-masing OPD dan sejenisnya secara langsung atau tidak, justru berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas pelayanan. Apalagi jika para undangan yang datang menggunakan fasilitas negara. Persoalan menjadi lebih dalam. Tidak bisa ditoleransi, apalagi dibenarkan dalam atmosfir spirit pemberantasan korupsi.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, dalam kondisi demikian, fungsi pengawasan DPRD Jember menjadi urgen. Dibutuhkan nyali dan konsistensi berpikir normatif sebagai wakil rakyat. Tidak saja sebatas konsistensi dan komitmen menjalan fungsinya, namun menyelamatkan nilai-nilai etis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah sebuah preseden berharga.

Nikah ulang memang mulia, sebagai wahana refleksi diri merawat rasa cinta. Patut ditiru dan diteladani sepanjang pasangan yang menjalani bebas dari beragam konsekuensi. Namun jika hal itu dilakukan oleh individu pejabat negara tentu ada rambu yang mengatur. Ada norma yang menuntut ditaati. Jika tidak, maka bukan hanya sanksi moral yang dihadapi, tapi sensitifitas publik akan mencatatnya sebagai preseden. Tak boleh terulang. Karenanya, asas kecermatan dan kehati-hatian sebagai pejabat sangatlah penting dikedepankan. Jika tidak, jangan salahkan manakala nikah ulang menjadi indah sebagai fiksi, namun tidak sebagai fakta.

*) Penulis adalah kolumnis, Akademisi Fakultas Hukum Unej dan Dewan Pakar MD KAHMI Jember

 

Latest Posts

spot_img
spot_img

DIKSI POPULER

spot_img
spot_img

LANGGANAN DIKSI

Menyajikan informasi terkini dan Up to Date silakanan langganan berita kami Gratis.